Perang brutal Israel yang dilancarkan ke Jalur Gaza selama 22 hari
melekat kuat dalam ingatan anak-anak Gaza. Sedemikian melekatnya,
sehingga anak-anak Gaza memaknai susunan abjad dalam alfabet dengan
kata-kata yang berkaitan dengan peperangan yang baru saja mereka alami.
Shaimaa,
seorang siswi sekolah dasar di Gaza berusia 10 tahun, tidak lagi
menuliskan huruf A misalnya, untuk kata "Apple" atau huruf B untuk kata
"Ball". Shaimaa lebih memilik kata "Apache" (jenis helikopter tempur
yang digunakan Israel saat menyerang Gaza) untuk huruf A, kata "Blood"
(darah) untuk huruf B, kata Coffin (peti mati) untuk huruf C dan kata
"Destruction" (kehancuran) untuk huruf D dan seterusnya.
Shaimaa
menuliskan koleksi kata-kata semacam itu untuk semua alfabet dalam buku
catatannya yang berwarna-warni. Shaimaa bahkan menyatakan, alfabet yang
dibuatnya itu harus dipadukan ke dalam kurikulum sekolah karena lebih
cocok digunakan untuk belajar sehari-sehari di sekolah.
Hampir
semua anak-anak Gaza melakukan hal yang sama dengan Shaimaa. Mereka
membuat membuat kata-kata dari susunan alfabet berdasarkan pengalaman
mereka melihat dan merasakan sendiri kekejaman Israel dalam perang yang
baru saja usai.
Seorang guru di Gaza bernama Amal Yunis mengakui
banyak anak-anak tingkat taman kanak-kanak di kelasnya yang juga
menggunakan kata-kata yang hampir sama dengan yang digunakan Shaimaa. Ia
menceritakan pengalamannya ketika mengajar di dalam kelas, ia
menempelkan gambar apel (Apple), bunga (Flower) dan kelinci (Rabbits)
dengan warna-warna yang mencolok dengan maksud membuat anak-anak senang
melihatnya. Amal lalu bertanya pada murid-muridnya,"Anak-anak, siapa
yang tahu kata yang diawali dengan huruf 'F'?
Seorang muridnya bernama Amgad menjawab,"Saya tahu, Bu. 'F' untuk 'F-16' (jenis pesawat tempur yang digunakan Israel)."
Yunis
berusaha menjelaskan dan meyakinkan murid-muridnya bahwa jawaban yang
benar adalah "Flower". Tapi ia makin terkejut ketika siswa-siswi
kecilnya malah memberikan kata-kata yang lain seperti "Fear" (takut),
"Flee" (mengungsi) dan "Fire" (api, kebakaran).
Serangan keji
Israel ke Gaza membuat anak-anak di Gaza kini akrab dengan bahasa-bahasa
yang merefleksikan pengalaman mengerikan mereka selama perang
berlangsung. Seorang ibu bernama Umi Faras mengatakan, anak-anaknya kini
lebih banyak memperbincangkan tentang perang, pemboman dan kematian.
Salah seorang anak lelaki Umi Faras yang masih berusia tiga tahun,
sampai sekarang bahkan masih suka gemetar dan menjerit ketakutan jika
mendengar suara-suara bising di luar rumah.
"Dia akan menangus dan berteriak, 'ibu .. bom, bom'," tutur Umi Faras.
Lain
lagi dengan Alaa Al-Shawwa, seorang anak perempuan Gaza berusia 6
tahun. Ia tidak percaya dengan dongeng-dongeng yang diceritakan ibunya
sebelum ia tidur. Ala selalu mengatakan pada orang tuanya,
"Tidak Bu.
Anak perempuan berbaju merah itu tidak dimakan oleh srigala. Tapi dia
dibunuh oleh orang-orang Israel."
Perilaku anak-anak di Gaza,
seperti Shaimaa atau Al-Shaww menunjukan bahwa mereka mengalami
masa-masa yang menakutkan dan penuh tekanan selama berminggu-minggu
serangan brutal Israel. Trauma akibat perang telah merampas sifat
anak-anak mereka.
"Mereka lupa apa itu damai, gembira dan lucu.
Mereka cuma ingat tentang perang, darah dan kematian," kata Fadl Abu
Hayen, direktur Center for Social Rehabilitation and Crisis Management.
Itulah
gambaran anak-anak di Gaza sekarang, mereka kehilangan masa kanak-kanak
yang seharusnya bisa mereka nikmati dengan keriangan dan kehangatan.
Sebuah studi yang dilakukan Universitas Queen, Kanada menyebutkan bahwa
pola kekerasan yang dialami anak-anak Palestina mengakibatkan dampak
psikologis yang sangat serius dan butuh waktu bertahun-tahun untuk
memulihkannya.